KATA PENGANTAR
Segala
puji kita haturkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah tentang pengelolaan zakat menurut UU RI No. 38
tahun 1999 ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah kita tentukan.
Makalah
ini disusun atas refrensi dari beberaba
buku yang bersangkutan dengan tema yang telah diberikan ke kami. Makalah ini
juga disertai hal-hal yang bersangkutan dan sesuai dengan makalah yang ditugaskan
oleh dosen pengampu.
Selain
itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu kami yang membantu
menyemangati dalam pembuatan makalah ini. Juga kepada para penulis buku yang
kami jadikan refrensi dalam pembuatan makalah ini dan Penyusun UU tentang
zakat. Terima kasih juga kepada dosen
pengampu mata kuliah Fiqh Indonesia yang
selalu membumbing kami dan tidak lupa kepada sahabat Mahasiswa dan Santri yang
selalu mendukung kami. Semoga hasil makalah ini bisa membawa manfaat bagi kita
semuanya.
Dalam
penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik
dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan
untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa
mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi
kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan zakat ataupun ilmu yang bersangkutan.
Yogyakarta, 13 Maret
2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Hukum islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis,
karena ia merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan
mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan
harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga naluri
manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup
manusia itu sendiri. Justru itu harta termasuk salah satu hal penting dalam
kehidupan manusia , karena ia merupakan unsure dari lima asas (hak) yang wajib
dilindungi bagi setiap manusia (al-Dharuriyyat al-Khamsah), yaitu
jiwa,akal,agama, harta, dan keturunan. Melihat betapa pentingnya esensi dan
kedudukan harta bagi kehidupan manusia maka alqr’an mengangkat terminology
harta tersebut senyak 86kali, tersebar dalam 38surah. Didalam kajian fiqh,
pembahasan tentang harta benda tersebar dalam berbagai bidang, termasuk dalam
bidang munakabat dan bidang akhwal al-syakhshiyah serta mu’amalat.
Pandangan islam mengenai harta, bahwa harta itu malik Allah SWT.
Harta yang merupakan hak miliknya itu, kemudian diberikan kepada orang-orang
yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalannya. Islam menetapkan, segala
yang dimiliki manusia adalah amanah yang dipercayakan Allah kepada manusia
untuk mengolah dan mengembangkannya sehingga dapat member manfaat dan
kesejahteraan bersama. Orang-orang yang diberi kelebihan rizeki oleh Allah
dalam kapasitasnya sebagai khalifah Allah, harus melaksanakan tugasnya
menyalurkan rizeki kepada berbagai ashnaf yang memerlukan penyaluran harta tersebut,
yaitu faqir miskin dan orang-orang yang berhak lainnya.
Sedangkan di negara Republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing, dan karena menyalurkan rizeki kepada orang yang
berhak menerima (zakat) merupakan kewajiban umat Islam
Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang
potensial bagi upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, sehingga pemerintah mengatur tentang pengelolaan
zakat dengan adanya UU RI no 38 th 1999.
2.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
pengertian zakat?
2.
Bagaimana
pengelolaan zakat menurut UU no 38 tahun 1999?
3.
TUJUAN
1.
Mengetahui
pengertian dari zakat
2.
Mengetahui
pengelolaan zakat menurut UU no 38 tahun 1999
BAB II
ISI
1.
Pengertian Zakat
Menurut bahasa,
zakat berarti pengembangan dan pensucian. Harta berkembang melalui zakat, tanpa
disadari. Disisi lain, mensucikan pelakunya dari dosa. Disebut zakat didalam
syari’at karena adanya pengertian etimologis. Yaitu, karena zakat dapat
membersihkan pelakunya dari dosa dan menunjukan koebenaran imannya. Adapun
caranya adalah dengan memberikan bagian harta yang telah mencapai nisabtahunan
kepada faqir miskin dan lainnya yang berhak untuk menerimanya. Zakat ini
merupakan pelaksanaan rukun islam yang ketiga.
Ibnu ‘Arabi mengatakan: “zakat diartikan
sebagai sedekah wajib dan sedekah wajib dan sederkah sunnat atau nafkah, hak
dan maaf.” Syarat orang yang mengeluarkan zakat adalah berakal, baligh, dan
merdeka. Didalam ketentuan syari’at, zakat merupakan amalan yang pasti, dimana
tidak membutuhkan adu argumentasi lagi. Perbedaan pendapat hanya terjadi pada
beberapa dari furu’nya saja. Sedangkan hukum wajibnya sudah jelas dan orang
yang mengingkarinya disebut kafir.
Zakat merupakan
salah satu dari kewajiban dan rukun islam. Syari’at hanya mewajibkan zakat pada
harta-harta tertentu saja dan telah menerangkannya secara rinci kepada umat
manusia. Misalnya pada firman Allah Subhanallahuwa Ta’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ
لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah:103)
Juga firmannya :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku´.”
(Al-Baqarah:43)
(Al-Baqarah:43)
Islam telah
mewajibkan zakat pada emas, perak, perhiasan, barang-barang perniagaan, tanaman
, buah-buahan, tanah yang disewakan, madu, hewan, hasil tambang, dan kekayaan
yang diinvestasikan.
Orang-orang
yang berhak menerima zakat itu ada delapan golongan, sebagaimana disebutkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firmannya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk faqir, miskin, para pengurus
zakat, para mu’allaf yang dilunakkan hatinya, untuk memerdekakan budak, orang
yang berhutang, untuk dijalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(At-Taubah:60)
2.
Pengelolaan Zakat Menurut UU RI no 38 tahun 1999
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
Setiap warga negara Indonesia yang
beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat,
Pengelolaan zakat berasaskan iman
dan takwa, keterbukaan dan kepastian
hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Menurut pasal 5 UU RI no 38 tahun 1999 Pengelolaan zakat bertujuan:
(1)
meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan
zakat sesuai dengan tuntunan agama;
(2)
meningkatnya fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
(3)
meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
Organisasi pengelolaan zakat terkandung dalam pasal 6 UU RI no 38
tahun1999:
(1)
Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil
zakat yang dibentuk oleh pemerintah.
(2)
Pembentukan badan amil zakat:
·
nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
·
daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala
kantor wilayah departemen agama propinsi;
·
daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati
atau wali kota atas usul kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
·
kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor
urusan agama kecamatan.
(3)
Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan
kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif.
(4)
Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur
masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu.
(5)
Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur
pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana.
Pengumpulan
zakat terkandung dalam pasal 11, 12, 13, 14, 15, UU RI no 38 th 1999.
Pasal 11 (Zakat terdiri atas zakat
mal dan zakat fitrah)
(1)
Harta yang dikenai zakat adalah:
·
emas, perak dan uang;
·
perdagangan dan perusahaan;
·
Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
·
Hasil pertambangan;
·
Hasil peternakan;
·
Hasil pendapatan dan jasa;
·
tikaz.
(2)
Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar
dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
(1)
Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil
zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki.
(2)
Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank
dalam pengumpulan zakat harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima
harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat.
Pasal 14
(1)
Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya
dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama.
(2)
Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri
hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki
dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan
bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
(3)
Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak
dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat
oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
Pendayagunaan Zakat terkandung dalam pasal 16 dan 17 UU RI no 38
tahun 1999.
Pasal 16
(1)
Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk
mustahiq sesuai dengan ketentuan agama.
(2)
Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk
usaha yang produktif.
(3)
Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil
pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan
menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah,
wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan
terutama untuk usaha yang produktif.
Pengawasan pengelolaan zakat tekandung
dalam pasal 18 dan 19 UU RI no 38 tahun 1999.
Pasal 18
(1)
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan
amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (5).
(2)
Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh
anggota.
(3)
Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan
badan amil zakat.
(4)
Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil
zakat, unsur pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan
tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia atau
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Sanksi bagi pelanggar UU RI no 38 th 1999 terkandung dalam pasal
21:
(1)
Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya
tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah,
wasiat, hibah, waris dan kafarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam Undang-undang ini diancam dengan
hukuman kurungan selama lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2)
Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di
atas merupakan pelanggaran.
(3)
Setiap petugas badan amil zakat dan petugas
lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menurut bahasa,
zakat berarti pengembangan dan pensucian. Harta berkembang melalui zakat, tanpa
disadari. Disisi lain, mensucikan pelakunya dari dosa. Disebut zakat didalam
syari’at karena adanya pengertian etimologis. Yaitu, karena zakat dapat
membersihkan pelakunya dari dosa dan menunjukan koebenaran imannya. Adapun
caranya adalah dengan memberikan bagian harta yang telah mencapai nisab tahunan
kepada faqir miskin dan lainnya yang berhak untuk menerimanya. Zakat ini
merupakan pelaksanaan rukun islam yang ketiga.
Negara Republik Indonesia menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing, dan karena menyalurkan rizeki kepada orang yang
berhak menerima (zakat) merupakan kewajiban umat Islam
Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang
potensial bagi upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, sehingga pemerintah mengatur tentang pengelolaan
zakat dengan adanya UU RI no 38 th 1999.
Pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan
pendistribusian serta pendayagunaan zakat.
Setiap warga negara Indonesia yang
beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat,
Pengelolaan zakat berasaskan iman
dan takwa, keterbukaan dan kepastian
hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Dan tujuan dari pengelolaan zakat tersebut adalah:
1.
meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam
menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama;
2.
meningkatnya fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3.
meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Qadir
Abdurrahman, zakat (dalam dimensi mahdhah dan social), PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 1998
Ghoffar Abdul,
Fiqih, Pustaka al-Kautsar, Jakarta: 2006
UU RI no 38
tahun 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar