Senin, 27 Mei 2013

KEGALAUAN PERADILAN PELANGGARAN HAM BERAT DI INDONESIA


KEGALAUAN PERADILAN PELANGGARAN HAM  BERAT DI INDONESIA
Makalah ini diajukan guna memenuhi
Tugas Mata Kuliah Hukum dan HAM
 
Disusun oleh :
A.RIRIS MULDANI
Nim : 12340139

Dosen Pengampu
ACH. TAHIR, SHI., LL.M., M.A.

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG
Melalui studi kasus-kasus pelanggaran HAM berat dapat dianalisis bahwa pernyataan dalam perumusan masalah terjawab, yakni 1) Pelaksanaan yuridiksi pengadilan pidana indonesia terhadap pelanggaran HAM berat belum sesuai dengan statuta Roma tahun1998, baik dari substansi hukum maupun acara pidana; 2) seharusnya yuridiksi pengadilan pidana memenui standar hukum internasional, dengan  mengacu dan menyesuaikan diri dengan ICC Statuta Roma 1998, mengingat draf konsep ICC Statuta Roma disusun oleh para pakar hukum pidana internasional dan praktisi yang berpengalaman dalam peradilan pidana terhadap pelanggaran HAM berat.
Peradilan pidana HAM Indonesia di masa yang akan datang harus menyesuaikan diri dengan ICC Statuta Roma 1998. Apabila ini berhasil akan memberi manfaat dalam penegakan peradilan pidana pada umumnya, khususnya pengadilan HAM di indonesia. Sebagai bukti pernyataan di atas, di bawah ini papartan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di indonesia.

Kamis, 09 Mei 2013

AMANDEMEN UUD 1945 KELIMA

HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
AMANDEMEN UUD 1945 KELIMA
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas dalam
Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Disusun oleh :
Koordinator   : A. Riris Muldani     ( 12340139 )
Sekretaris       : Uni Malihah            ( 12340132 )
        Anggota          :
Siti Maria Ulfa Fitriya          ( 12340116  )
Ibnu Rohadi             ( 12340150 )    Ony Anggreni Y        ( 12340144 )
Zaki mahmud            ( 12340127)     Ridho Kurniawan     ( 12340138 )
Ahmad Wahyudi       ( 12340122 )    Zurotun Sakinah       ( 12340146 )
Aisyah Nur RSP        ( 12340134 )    Wahyu Dewi K          ( 12340151 )

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Bicara tentang hukum tata Negara di Indonesia, dalam persepektif sejarah mengalami perubahan tatanan hukum yang disesuaikan dengan kondisi bangsa sendiri. Dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tentunya memberikan kedaulatan secara sepenuhnya sebagai bangsa untuk mengatur dan menyenggalarakan pemerintahan sendiri tanpa adanya intervensi dan  campur tangan Negara lain. Sehingga terciptalah hukum tata Negara Indonesia
Yang memiliki jati diri bangsa sendiri. Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jadi dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 sejak 1999-2002. Dengan amandemen tersebut telah diletakan bangunan ketatanegaraan, dengan kelembagaan Negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan control (cheks and balances), mewujudakan supermasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kondisi demikian mewujudkan prinsip dari Negara demokrasi dan negara hukum. Dengan kata lain, bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tersebut merupakan rombakan terhadap hampir seluruh tiga kelompok materi muatan kontitusi.
Mengenai amandemen UUD 1945 yang sudah dilakukan empat kali, ini masih belum sesuai dengan keadaan yang ada di negara kita. Dan sekarang pemerintahpun ingin menggagas UUD 1945 untuk diamandemenkan lagi. Supaya bisa relevan untuk masyarakat yang ada dinegara indonesia.Setelah empat kali amendemen UUD 1945, hal ini menyebabakan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satukelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnyamenginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompokterakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen

Senin, 06 Mei 2013

Tugas Resume “Kemimpinan dalam Sholat”



Nama  : A. Riris Muldani
NIM    : 12340139
Hal      : Tugas Resume “Kemimpinan dalam Sholat”

Pernyataan hadîts Al-Dâruquthnî  sebagaimana yang dijadikan dasar hukum Wahbah tadi, jelas berbeda dengan hadîts Abû Dâwud, meski keduanya sama-sama menyebutkan riwayat Umm Waraqah. Jika al-Dâruquthnî secara jelas menyebutkan bahwa adalah kaum perempuan yang menjadi makmum dari Umm Waraqah, maka Abû Dâwud menyebutkan bahwa yang menjadi makmum dari Umm Waraqah adalah penghuni rumahnya, tanpa menyebutkan apakah mereka perempuan semua atau laki-laki semua atau juga laki-laki dan perempuan.

Sabtu, 04 Mei 2013

Hukum Tata Negara


Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia
1.      Definisi
Ada 3 dasar yang menjadi landasan pijak dalam mendefinisikan HTN, antara lain:
a.       Definisi HTN ditinjau dari Ruang Lingkup Objek kajian
Berkaitan dengan definisi HTN dari sudut objek kajian ini Van Vollenhoven (belanda) dalam bukunya “ Straatrecht Over Zee”
 HTN adalah hukum yang mengatur semua masyarakat, hukum tingkat atas sampai bawah, yang selanjutnya menentukan wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat hukum tersebut.[1]

b.      Definisi HTN Ditinjau Hubungan antar Objek Kajian
Berkaitan dengan definisi HTN dari sudut hubungan antar objek Van der Pot (belanda), mendefinisikan HTN sebagai peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya masing-masing hubungannya dengan individu-individu (kegiatannya)
Hal yang sama dikemukakan A.V. Dicey (inggris), bahwa HTN pada dasarnya menitik beratkan pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
c.       Definisi HTN Ditinjau Fungsi dari Objek Kajian
Wade dan Philip (inggris), bahwa HTN adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan tugas dan fungsi serta hubungan antar organ-organ tersebut.
Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, bahwa HTN adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horozontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa HTN pada dasarnya adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi negara dari tingkat atas sampai bawah, struktur, tugas, dan wewenang alat perlengkapan negara, hubungan antar perlengkapan tersebut secara hierarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta hak-hak asasinya.

Urgensi Amandemen UUD 1945 yang kelima





Perubahan UUD 1945 kembali menjadi berita. Langkah agresif Dewan Perwakilan Daerah untuk mendorong perubahan lanjutan UUD 1945 mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari beberapa kalangan. Yang pro merasa bahwa perubahan kelima diperukan untuk menyempurnakan reformasi konstitusi. Perubahan pertama hingga keempat yang dilakukan MPR pada awal reformasi ( 1999 – 2002 ) dirasa belum memadai, salah satunya dalam mewujudkan bicameral yang efektif. Bagi yang kontra, terbagi pada dua kelompok. Kelompok pertama, sama sekali tidak mendorong perubahan Kelima, kelompok romantis ini justru ingin mengembalikan naskah asli UUD 1945 sebelum perubahan. Kelompok edua yang menolak perubahan kelima, meskipun tidak menafikan sunatullah perubahan konstitusi, namun merasa saat ini bukanlah masa yan tepat.

Sabtu, 13 April 2013

Santri "Nominasi Kader Bangsa"




        Seorang  santri adalah penerus perjuangan orang-orang yang telah mendahuluinya, masa depan bangsa dan agama ini ada ditangan para santri sebagai salah satu aset bangsa yang dibanggakan. Nasib ke depan bangsa ini ada ditangan mereka, bila mereka lemah, baik secara fisik maupun intelektual, maka bangsa ini hanya menunggu kehancuran belaka.

Pengertian Nama Kyai dan Santri





Tidak asing lagi bagi kita sebutan nama kyai dan santri, sebutan itu adalah komponen yang sangat penting dalam lingkungan pesantren. Dimana kata banyak sekali definisinya.
Menurut pendapat Abdul Qodim, kata kyai itu diambil dari bahasa Persia ( irak ), aitu dari kata kia-kia yang berarti senang melakukan perjalanan atau disebut juga orang terpandang. Jadi, dapat disimpulkan, bahwa kyai itu orang yang terpandang dalam arti disegani. Sedangkan senang jalan-jalan itu berarti berdakwah.