Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia
1.
Definisi
Ada 3 dasar yang menjadi landasan pijak dalam mendefinisikan HTN,
antara lain:
a.
Definisi
HTN ditinjau dari Ruang Lingkup Objek kajian
Berkaitan
dengan definisi HTN dari sudut objek kajian ini Van Vollenhoven (belanda) dalam
bukunya “ Straatrecht Over Zee”
HTN adalah hukum yang mengatur semua
masyarakat, hukum tingkat atas sampai bawah, yang selanjutnya menentukan
wilayah lingkungan rakyatnya, menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang
dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat hukum tersebut.[1]
b.
Definisi
HTN Ditinjau Hubungan antar Objek Kajian
Berkaitan
dengan definisi HTN dari sudut hubungan antar objek Van der Pot (belanda),
mendefinisikan HTN sebagai peraturan yang menentukan badan-badan yang
diperlukan serta wewenangnya masing-masing hubungannya dengan individu-individu
(kegiatannya)
Hal yang sama
dikemukakan A.V. Dicey (inggris), bahwa HTN pada dasarnya menitik beratkan pada
pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
c.
Definisi
HTN Ditinjau Fungsi dari Objek Kajian
Wade dan Philip
(inggris), bahwa HTN adalah hukum yang mengatur organisasi-organisasi negara,
struktur organisasi, kedudukan tugas dan fungsi serta hubungan antar
organ-organ tersebut.
Moh. Kusnadi
dan Harmaily Ibrahim, bahwa HTN adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang
mengatur organisasi negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis
vertikal dan horozontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak asasinya.[2]
Jadi dapat
disimpulkan bahwa HTN pada dasarnya adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur organisasi negara dari tingkat atas sampai bawah, struktur, tugas, dan
wewenang alat perlengkapan negara, hubungan antar perlengkapan tersebut secara
hierarki maupun horizontal, wilayah negara, kedudukan warga negara serta
hak-hak asasinya.
2.
Sumber
Hukum Tata Negara Indonesia
Sumber hukum tata negara Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis,
yaitu:
a.
Sumber
Hukum Materiil Pancasila
Sumber hukum
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum. Menurut Tap. MPRS No.
XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, yang menjadi sumber hukum materiil perundang-undangan Republik
Indonesia adalah Pancasila. Artinya, bahwa ‘pancasila’ merupakan sumber tertib
hukum dalam arti sumber dari segala sumber hukum, hal ini mengandung pengertian
bahwa pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta
cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan,
keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita mengenai sifat,
bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta
watak dari rakyat negara Indonesia.
Di dalam sistem
norma hukum negara Indonesia Pancasila merupakan norma fundamental hukum (
staatsfundamentalnorn) yang merupakan norma hukum yang tertinggi, yang kemudian
berturut-turut diikuti oleh norma hukum di bawahnya.[3]
b.
Sumber
Hukum Formal
Sumber hukum
formal adalah sumber hukum yang dikenal dalam bentuknya. Sumber-sumber hukum
formal meliputi:
1.
Undang-undang
Sistem dan Tata
Urutan Perundangan Republik Indonesia telah diatur dalam Tap. MPRS No.
XX/MPRS/1966, yang oleh Tap. MPR No. V/MPR/1973 dinyatakan tetap berlaku.
Sumber-sumber hukum formal tersebut adalah UUD 1945, dengan tata urutan
peraturan perundang-undangan meliputi: (1) UUD 1945; (2) ketetapan MPRS/MPR;
(3) Undang-undang (UU)/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU);
(4) Peraturan Pemerintah (PP); (5) Keputusan Presiden (Kepres); (6)
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti: peraturan menteri, instruksi
menteri, Peraturan Daerah (Perda), dan sebagainya.[4]
1.
Undang-undang
Dasar (UUD)
Sebagai sumber
hukum formal, UUD 1945 memiliki arti: pertama, merupakan hukum dasar tertulis
yang mengatur masalah kenegaraan. Kedua, merupakan hukum dasar bagi pengembangan peraturan, undang-undang
atau penetapan-penetapan lainnya mengenai sesuatu khusus yang berkaitan dengan
kepentingan negara dan masyarakat harus berintikan pada UUD 1945 atau
pasal-pasalnya. Oleh karena itu UUD 1945 merupakan bentuk peraturan
perundang-undangan ynag tertinggi yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan
menjadi dasar serta sumber bagi semua peraturan perundang-undangan bawahan
dalam negara.
2.
Ketetapan
MPRS/MPR
Berdasarkan
pasal 102 Ketetapan MPR No. 1/MPR?1973 tentang Peraturan Tata Tertib MPR
ditentukan tentang bentuk-bentuk keputusan MPR: pertama, ketetapan MPR yaitu
putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan kedalam majelis;
kedua, keputusan MPR, yaitu putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat
kedalam majelis.[5]
Berdasarkan hal
tersebut, maka sebagai sumber hukum, Ketetapan MPR berisi antara lain: pertama,
Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif
dilaksanakan dengan undang-undang; kedua, ketetapan MPR yang memuat GBHN dalam
bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
3.
Undang-undang
(UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
·
Undang-undang
(UU)
Suatu
undang-undang ( perundang-undangan) terdiri dari: pertama, undang-undang dalam
arti luas atau dalam ilmu hukumdisebut undang-undang dalam arti formal yaitu
segala peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa; kedua, undang-undang dalam
arti sempit atau dalam ilmu hukum disebut undang-undang dalam arti materiil,
yaitu peraturan tertulis yang dibentuk oleh penguasa sebagai suatu badan negara
yang secara tertentu diberi kekuasaan untuk membentuk undang-undang.[6]
Undang-undang
adalah salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang diadakan untuk
melaksanakan UUD dan ketetapan MPR.
·
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang dibentuk dalam hal kegentingan yang memaksa
atau karena keadaan yang mendesak.
Secara subtansi
keberadaan perpu sederajat dengan UU, oleh karena itu, akibat hukum yang
diciptakan juga sama. Meski demikian terdapat perbedaan antara keduanya dalam
beberapa hal, antara lain: (1) perpu hanya dibuat oleh presiden saja; DPR tidak
dilibatkan dalam pembuatan peraturan tersebut; dan (2) perpu itu dibuat hanya
dalam keadaan genting (Negara dalam keadaan darurat).[7]
4.
Peraturan
Pemerintah (PP)
Pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya ( pasal 5 ayat 2 UUD 1945 ). PP ini memuat atran-aturan
yang bersifat umum. Karena peraturan pemerintah diadakan untuk melaksanakan
undang-undang, maka tidak mungkin bagi presiden menetapkan peraturan pemerintah
sebelum ada undang-undang. Peraturan pemerintah memuat aturan-aturan umum untuk
melaksanakan undang-undang.
5.
Penetapan
Presiden (Penpres), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Kepres),
dan instruksi Presiden (Inpres)
Penetapan
Presiden (Penpres), Peraturan Presiden (Perpres), dan Keputusan Presiden
(Kepres)merupakan bentuk peraturan baru yang tidak disebutkan dalam UUD 1945.
Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan lain tidak mempunyai dasar hukum
secara konstitusional.[8]
Keputusan
presiden (Kepres) sebagai bentuk peraturan yang baru, ditetapkan oleh Tap. MPRS
No. XX/MPRS/1966, kepres berisi keputusan yang bersifat khusus , yaitu untuk
melaksanakan ketentuan UUD 1945 yang bersangkutan dengan Tap. MPR dalam bidang
eksekutif, UU/Perpu atau PP.
Selain kepres
dikenal juga instruksi presiden ( inpres), yang berisi petunjuk yang ditunjukan
kepada para pejabat di lingkungan pemerintahan.
6.
Peraturan-peraturan
Pelaksanaan Lainnya
Peraturan ini
merupakan bentuk peraturan yang ada setelah Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966.
Peraturan pelaksanaan lainnya dapat berbentuk: peraturan menteri, instruksi
menteri, keputusan panglima TNI, dan lain-lainnya yang harus tegas bersumber
dan berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
7.
Peraturan
Daerah
Peraturan
daerah adalah peraturan lain yang dibuat oleh pemerintah daerah, baik
pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan kota, dalam rangka
mengatur rumah tangganya sendiri, pemda antara lain dapat menetapkan perda.
Perda ini sesuai dengan ketentuan undang-undang No. 5 Tahun 1974 yang berupa: (a) peraturan daerah
(perda); (b) keputusan kepala daerah ( gubernur, bupati, wali kota)
Peraturan
daerah isinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pusat, dan apabila
bertentangan, maka perda yang bersangkutan dengan sendirinya batal ( tidak
berlaku).
2.
Kebiasaan
(Convention)
Kebiasaan
adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama[9].
Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu
berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan
dengannya danggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, dengan begitu timbulah
suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum. Untuk timbulnya
hukum kebiasaan diperlukan syarat-syarat tertentu, yaitu:
1.
Dilakukan
berulang-ulang
2.
Adanya
keyakinan hukum dari masyarakat
3.
Adanya
akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
3.
Traktat
Traktat pada
dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan negara yang
melakukan perjanjian traktat terdiri dari: pertama, traktat bilateral, yaitu
apabila traktat diadakan antara dua negara; kedua, traktat multilateral, yaitu
perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua negara; ketiga, traktat kolektif
atau taktat terbuka, yaitu traktat multilateral yang memberikan kesempatan
kepada negara-negara yang pada permulaan tidak turut mengadakan perjanjian,
tetapi kemudian juga menjadi pihaknya. [10]
4.
Doktrin
Doktrin adalah
pernyataan/pendapat para ahli hukum. Dalam kenyataannya pendapat para ahli
banyak diikuti orang, dan menjadi dasar atau bahkan pertimbangan dalam
menetapkan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutuskan suatu perkara
maupun oleh pembentuk undang-undang.
3.
Asas
Negara Hukum
Indonesia
secara formal sudah sejak tahun 1945 (UUD 1945 pra-amandemen) mendeklarasikan
diri sebagai negara hukum terbukti dalam penjelasan UUD 1945 yang tegas
dinyatakan, “Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum dan bukan negara
yang berdasarkan kekuasaan belaka”. Konsep negara hukum Indonesia dipertegas
UUD 1945 hasil amandemen dalam Pasal 1 ayat 3 yang menetapkan: “Negara
Indonesia adalah Negara Hukum”. Berdasarkan uraian konsep tentang negara hukum
ada dua substansi dasar, yaitu:
a.
Paham
Konstitusi
Makna dari konstitusi adalah menggambarkan keseluruhan sistem
ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk,
mengatur atau memerintah negara. Jadi, paham konstitusi berarti bahwa
pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar (konstitusi), tidak berdasarkan
kekuasaan belaka (absolutisme). Konsekuensi logis dari diterimanya paham
konstitusi atau pemerintahan berdasarkan UUD, berarti bahwa dalam pemerintahan
negara presiden selaku eksekutif memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD,
tetapi presiden juga berhak mengajukan undang-undang kepada lembaga perwakilan
rakyat dan presiden menetapkan peraturan pemerintahan untuk menjalankan
undang-undang. Melalui sistem konstitusi dalam pemerintahan akan melahirkan
kesamaan hak dan kewajiban warga negara serta perlindungan di dalam hukum dan
pemerintahan, karena pemerintahan dalam menerapkan aturan yang merujuk pada
aturan dasar yang berlaku (konstitusi) bukan atas kekuasaan yang dimiliki.
b.
Sistem
Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat
Demokrasi secara etimologis dalam bahasa Yunani, yaitu “demos”
artinya rakyat dan “cratos” artinya kekuasaan. Jadi secara bahasa, sistem demokrasi
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Dengan
demikian, makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara,
karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Jadi, negara yang
menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kemauan rakyat.
c.
Asas
Pembagian Kekuasaan
Secara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan pemerintahan
yang terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif dan biasa disebut dengan
trias politica. Dapat melihat teori dari Ivor Jennings bahwa UUD 1945 hanya
mengenal pemisahan kekuasaan dalam arti formal, oleh karena itu pemisahan
kekuasaan itu tidak dipertahankan secara prinsipiil. Dengan kata lain, UUD 1945
hanya mengenal[11][12]pembagian
kekuasaan bukan pemisahan kekuasaan. Jadi jelas bahwa UUD 1945 tidak menganut
pemisahan tetapi dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 [13]
mengenal adanya pembagian kekuasaan. Dalam perjalanannya sistem
ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar sejak adanya
amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pada tahun 1999-2002. Perubahan tersebut
dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis
dengan setara dan seimbang, mewujudkan supremasi hukum dan keadilan, serta
menjamin dan melindungi hak asasi manusia.
d.
Asas
Negara Pancasila
Pancasila dalam pengertiannya sering disebut dengan dasar falsafah
negara atau ideologi negara yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan
negara. Hal ini berarti bahwa setiap tindakan rakyat dan negara Indonesia
sesuai dengan Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai dasar negara. Mengingat
bahwa Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, sehingga Pancasila
mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila dipandang sebagai dasar negara Indonesia
karena di dalamnya mengandung beberapa lima asas yang dapat dilihat sebagai
berikut:
1)
Ketuhanan
Yang Maha Esa
Di dalam
Pembukaan UUD 1945 alenia IV disebutkan, “...maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Realisasi dari asas Ketuhanan
Yanga Maha Esa tercermin dalam tiga bidang ketatanegaraan republik Indonesia
antara lain:
a)
Dalam
bidang eksekutif, dengan adanya Depertemen Agama dan segala bagiannya yang
mengatur segala soal yang menyangkut agama di Indonesia.
b)
Dalam
bidang legislatif tercermin pelaksanaannya dalam UU No. 1 thun 1974 tentang
Undang- undang Perkawinan.
c)
Dalam
bidang Yudikatif, tertuang dalam UU No. 14 tahun 1970 yang telah diubah melalui
UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
2)
Asas
Perikemanusiaan
Asas
perikemanusiaan adalah asas yang mengakui dan memperlakukan manusia sesuai
dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan, juga mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi manusia tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, ras, warna kulit, kedudukan sosial dan lainnya. Di dalam
pembukaan UUD 1945 dan juga Pasal 34 adalah perwujudan dari asas perikemanusian
dalam hukum positif Indonesia. Sedangkan dari segi legislatif dapat dilihat
dari lahirnya Undang-undang Perburuhan yang menghilangkan prinsip pengisapan
manusia oleh manusia dan dalam bidang eksekutif terbentuknya Departemen Sosial
yang menanggulangi masalah-masalah kemanusiaan.
3)
Asas
Kebangsaan
Dalam asas
kebangsaan setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, kewajiban yang sama.
Berarti bahwa bangsa Indonesia bebas untuk menentukan nasibnya sendiri dan
berdaulat yang berarti bahwa Indonesia tidak membolehkan adanya campur tangan
dari bangsa lain dalam hal mengenai urusan dalam negeri.
Asas Kebangsaan
tertuang dalam simbol atau lambang negara republik Indonesia, yaitu [14]
Garuda
Pancasila (Pasal 36A), bendera Kebangsaan, yaitu Sang Saka Merah Putih (Pasal
35), Bahasa Persatuan ‘Bahasa Indonesia’ (Pasal 36), Lagu Kebangsaan ‘Indonesia
Raya’ (Pasal 36B), dan lambang persatuan dan kesatuan ‘Bhineka Tunggal Ika’
(Pasal 36A). Selain itu asas kebangsaan juga termuat dalam Pembukaan UUD 1945
Alenia Pertama dan pasal-pasal UUD 1945, seperti dalam pasal 33 UUD 1945 dan di
bidang legislatif dalam Undang-undang Kewarganegaraan (UU No. 12 tahun 2006)
dan Undang-undang Agraria (UU No. 5 tahun 1960) yang berkaitan langsung dengan
kepentingan rakyat.
4)
Asas
Kedaulatan Rakyat
Asas kedaulatan
rakyat dalam bidang legislatif merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat ada
wewenang yang dimiliki DPR, sedangkan dalam yudikatif terlihat bahwa
hakim-hakim baru dapat diangkat setelah ada pengusulan dari Komisi Yudisial
kepada anggota DPR untuk mendapat penetapan yang selanjutanya diangkat oleh
presiden. Asas kedaulatan rakyat juga tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Alenia
IV, yaitu “Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...”. Asas
kaedaulatan rakyat menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus
berdasarkan kemauan rakyat, yang pada akhirnya semua tindakan pemerintah harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya, sepertinya
halnya dalam pelaksanaan Pemilu.
5)
Asas
Keadilan Sosial
Dalam bidang
legislatif, asas keadilan sosial pelaksanaannya tertuang dalam rangka
mewujudkan undang-undang tentang jaminan sosial, sedangkan dalam bidang
yudikatif terlihat bahwa setiap
keputusan hakim senantiasa berpedoman kepada keadilan sosial. Adapun dalam
bentuk lembaga terlihat adanya lembaga negara yang bergerak di bidang sosial
yang menyelenggarakan masalah-masalah sosial dalam negara.
[1] Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op. Cit., hlm. 25.
[2] Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.cit., hlm. 29
[3]Maria
Farida Indrati S., 1998, Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius, hlm. 39.
[4] Sumber-sumber
Hukum Tata Negara Indonesia tersebut, disamping sebagai sumber hukum formal
sekaligus sebagai sumber hukum materiil. Lihat, Ibid., hlm. 77.
[5]
Dasril Radjab, Op. Cit., hlm. 18.
[6] K.
Wantijik Saleh, Op., cit. hlm. 12.
[7] K.
Wantijik Saleh, Op., cit. hlm. 16.
[8] K.
Wantijik Saleh, Op. cit., hlm. 16
[9] LJ van
Apeldorn , Inleiding tot de Studie van het nederlands Recht, terjemahan Oetarid
Sadino, Pengantar Ilmu Hukum, hlm. 70.
[10] C. S.
T. Kansil, Op. cit., hlm. 50-51.
[11] Arbi
Sanit, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta:rajawali Press, 1985, hlm. 25
[12]Kekuasaa
Konsultatif, yaitu dewan Pertimbangan Agung
[14]
Kekuasaan Kehakiman (yudikatif), yaitu mahkamah agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar