AMANDEMEN UUD 1945 KELIMA

HUKUM TATA NEGARA INDONESIA
AMANDEMEN UUD 1945 KELIMA
MAKALAH
Diajukan guna memenuhi tugas dalam
Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Disusun oleh :
Koordinator   : A. Riris Muldani     ( 12340139 )
Sekretaris       : Uni Malihah            ( 12340132 )
        Anggota          :
Siti Maria Ulfa Fitriya          ( 12340116  )
Ibnu Rohadi             ( 12340150 )    Ony Anggreni Y        ( 12340144 )
Zaki mahmud            ( 12340127)     Ridho Kurniawan     ( 12340138 )
Ahmad Wahyudi       ( 12340122 )    Zurotun Sakinah       ( 12340146 )
Aisyah Nur RSP        ( 12340134 )    Wahyu Dewi K          ( 12340151 )

ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA


BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Bicara tentang hukum tata Negara di Indonesia, dalam persepektif sejarah mengalami perubahan tatanan hukum yang disesuaikan dengan kondisi bangsa sendiri. Dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tentunya memberikan kedaulatan secara sepenuhnya sebagai bangsa untuk mengatur dan menyenggalarakan pemerintahan sendiri tanpa adanya intervensi dan  campur tangan Negara lain. Sehingga terciptalah hukum tata Negara Indonesia
Yang memiliki jati diri bangsa sendiri. Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jadi dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 sejak 1999-2002. Dengan amandemen tersebut telah diletakan bangunan ketatanegaraan, dengan kelembagaan Negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan control (cheks and balances), mewujudakan supermasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kondisi demikian mewujudkan prinsip dari Negara demokrasi dan negara hukum. Dengan kata lain, bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tersebut merupakan rombakan terhadap hampir seluruh tiga kelompok materi muatan kontitusi.
Mengenai amandemen UUD 1945 yang sudah dilakukan empat kali, ini masih belum sesuai dengan keadaan yang ada di negara kita. Dan sekarang pemerintahpun ingin menggagas UUD 1945 untuk diamandemenkan lagi. Supaya bisa relevan untuk masyarakat yang ada dinegara indonesia.Setelah empat kali amendemen UUD 1945, hal ini menyebabakan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satukelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnyamenginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompokterakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen
.

2. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana Hukum Tata Negara Di Indonesia?
Bagaimana hubungan Hukum Tata Negara Indonesia dengan UUD 1945?
Bagaimana gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima?

3. TUJUAN
Mengetahui Hukum Tata Negara di Indonesia.
Mengetahui hubungan antara Hukum Tata Negara Indonesia dengan UUD 1945.
Mengetahui Gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima.











BAB II
PEMBAHASAN
1.     Hukum Tata Negara Indonesia
Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai susunan suatu Negara. Negara adalah suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan natara manusia satu sama lain dalam masyarakat, dan menegakkan aturan tersebut dengan kewajibanya. Negara adalah organisasi kekuasaan atau kewibawaan dan kelompok manusia yang ada dibawah pemerintahnya, merupakan masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan/ kewibawaannya. Disamping itu Negara mempergunakan kewibawaan tersebut untuk menjamin danmengelola kepentingan-kepentingan materiil dan spiritual para anggotanya.[1]
Organisasi suatu negara disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari negara yang bersangkutan. Demikian juga organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum tata negara Indonesia. Dalam Hukum Tata Negara Indonesia Organisasi Negara Indonesia tersusun berdasarkan UUD 1945. UUD menetukan struktur wewenang organisasi negara Indonesia. Dengan perkataan lain baik struktur organisasi dan pemberi wewenang dalam organisasi negara ditentukan oleh UUD 1945[2]. Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan, UUD sebagaian dari hukum dasar. UUD ialah hukum dasar yang tertulis disamping itu berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD, tapi harus menyelidiki pasal-pasal UUD sebagaimana prakteknya dan bagaimana kebatinan dari UUD tersebut.
Berdasarkan UUD 1945 struktur organisasi negara adalah Lembaga-lembaga Tinggi Negara dalam susunan ketatanegaraan Indonesia, seperti : DPR, Presiden, DPA, BPK, MA. MPR semula merupakan lembaga tertiggi negara, yang kemudian dirubah menjadi lembaga tinggi negara.
Badan kenegaraan tersebut memperoleh kekuasaan atau wewenangnya dari UUD 1945, yang disebut sebagai hukum tata negara, yang merupakan sebagaian dari hukum tata negara Indonesia. Bagian lainnya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang belum dirubah.
2.     Reformasi Hukum dan Sistem Ketatanegaraan di Indonesia
Keberadaan ketatanegaraan Indonesia semakin menemukan jadi dirinya, ketika dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 sejak 1999-2002[3].
·         Perubahan pertama disahkan pada tanggal 19 oktober 1999
·         Perubahan Kedua pada tanggal 18 agustus 2000
·         Perubahan Ketiga pada tanggal 10 november 2001
·         Perubahan keempat pada tanggal 10 agustus 2002.
Dengan amandemen tersebut telah diletakan bangunan ketatanegaraan, dengan kelembagaan Negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan control (cheks and balances), mewujudakan supermasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kondisi demikian mewujudkan prinsip dari Negara demokrasi dan negara hukum. Dengan kata lain, bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tersebut merupakan rombakan terhadap hampir seluruh tiga kelompok materi muatan kontitusi.
Menurut Sri Sumantri[4] secara umum setiap kontitusis\ selalu mengatur sekurang-kurangnya tiga kelompok materi muatan yang meliputi:
1.      Pengaturan tentang HAM
2.      Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental
3.      Penganturan tentang pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sistem ketatanegaraan yang tercipta juga berubah benyak dibandingkan dengan di masa UUD 1945 sebelum amandemen. Setelah empat kali amendemen UUD 1945, terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnyamenginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Kesimpulan dan Implikasi Teoritis disebutkan, pertama,selama proses perubahan UUD 1945, peran elite fraksi di PAH BP MPR dan DPP partainya,besar. Kedua, warna aliran mempengaruhi secara terbatas pandangan dan sikap fraksi.Ketiga, proses politik di MPR selama perubahan pertama sampai keempat UUD 1945diwarnai kompetisi, bargaining, dan kompromi. Keempat, perdebatan fraksi-fraksi di PAHBP MPR juga diwarnai kepentingan partai. Dengan demikian, berdasarkan penelitian itu, bisadikatakan bahwa UUD 1945 pasca-amendemen, berisikan kekurangan, kelemahan, danketidaksempurnaan.Terkait dengan itu, saya ingin menambahkan beberapa faktor menyangkut kelemahan UUD1945 pasca-amendemen. Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materimuatan UUD 1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945. Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif, yangmenimbulkan instabilitas hukum dan politik.
3.     Urgensi Amandemen UUD 1945 yang  Kelima
Perubahan UUD 1945 kembali menjadi berita. Langkah agresif Dewan Perwakilan Daerah untuk mendorong perubahan lanjutan UUD 1945 mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari beberapa kalangan. Yang pro merasa bahwa perubahan kelima diperukan untuk menyempurnakan reformasi konstitusi. Perubahan pertama hingga keempat yang dilakukan MPR pada awal reformasi ( 1999 – 2002 ) dirasa belum memadai, salah satunya dalam mewujudkan bicameral yang efektif. Bagi yang kontra, terbagi pada dua kelompok. Kelompok pertama, sama sekali tidak mendorong perubahan Kelima, kelompok romantis ini justru ingin mengembalikan naskah asli UUD 1945 sebelum perubahan. Kelompok kedua yang menolak perubahan kelima, meskipun tidak menafikan sunatullah perubahan konstitusi, namun merasa saat ini bukanlah masa yan tepat.[5]
Tarik – menarik antara kubu pro dan kontra perubahan kelima tersebut menarik untuk terus dicermati. Inilah salah satu buah reformasi, ketika perbedaan pendapat tentang agenda konstitusi dapat diperdebatkan dengan terbuka tanpa ada halangan yang berarti. Hal yang sama tidak mungkin terjadi di masa rezim otoriter orde baru. Alih – alih meperbincangkan perubahan UUD 1945, Orba justru memelopori gerakan memberhalakan konstitusi kemerdekaan tersebut. UUD 1945 disakralkan dan dinisbatkan sebagai konstitusi yang tidak akan diubah.
Saat ini DPD tengah gencar – gencarnya mendekati fraksi – fraksi di MPR untuk menawarkan penguatan fungsi dan peran DPD. Upaya tersebut sedikit banyak telah mendapatkan hasil dengan tamahan dukungan dari beberapa orang di fraksi PKB dan PKS. Dukungan dari lebih banyak anggota MPR dibutuhkan karena syarat procedural perubahan formal UUD 1945, menurut pasal 37 ayat ( 1 ) UUD 1945[6], adalah diusulkan sedkikitnya 1/3 anggota MPR. Di samping itu, usulan perubahan sudah harus diajukan secara tertulis dengan minimal 2/3 kuorumkehadiran dan sekurangnya ½ kuorum persetujuan anggota MPR.
Perjalanan DPD untuk mendapatkan dukungan 1/3 anggota MPR masih jauh. Fraksi – fraksi konservativ terhaap agenda perubahan UUD 1945 masigh bergeming. PDI perjuangan dan partai Golkar adalah dua gajah kekuatan politik yag masih antipasti dengan agend perubahan kelima. Alasan ideologis menjadi alas an enggannya PDI Perjuangan untuk menyokong agenda penguatan DPD. Bagi kelompok nasionalis, peruahan UUD 1945 selalu membuka kemungkinan polemik lama, semacam potensi lahirnya Negara Islam, dan pengadopsian syariat Islam ke dalam konstitusi.
Di kala perubahan pertama dan keempat UUD 1945 pun, PDI perjuangan bersama – sama dengan fraksi TNI/Polri adalah kekuatan politik yang sangat berhati – hati. PDI perjuangan termasuk partai yang terakhir mendukung agenda reformasi konstitusi. Itupun karena situasi kondisi politik pasa jatuhnya Orde Baru memang tidak membuka pilihan lain. Tuntutan amandemen UUD 1945 merupakan arus kuat yang terlalu sulit untuk dilawan.
Semua perlawanan dan resistensi atas perubahan UUD 1945 biasanya terkait dengan kekhawatiran terbukanya kotak Pandora; yaitu munculnya lagi perseteruan antara ideology nasionalis pancasila dengan ideology agamis Islam; ketakutan munculnya lagi semangat memperjuangkan Negara islam, atau minimal semangat memperjuankan penerapan syariat Islam, dengan mengadopsi Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29 UUD 1945 tentang agama.
Apapun, hambatan dan resistensi klasik tersebut seharusnya tidak mengurangi semangat untuk menegaskan perlunya penyempurnaan UUD 1945, pasca empat amandemen sekalipun. Dalam konteks ini penguatan dan revitalisasi aturan konstitusi bagi DPD amat penting untuk didukung, khusunya untuk meciptakan sisem bikameral yang efektif. Kala ini model parlemen Indonesia jauh dari kejelasan. Disebut bikameral tidak tepat, karena keanggotaan MPR bukan terdiri atas DPR dan DPD sebagai intuisi, namun hanya anggota – anggota DPD dan DPR. Bahkan Jimly Asshiddiqie menegaskan parlemen Indonesia mempunyai tiga kamar ( trikameal ) : MPR, DPR dan DPD; dengan DPR mempuyai power yang jauh lebih besar dibandingkan dua kamar yang lain ( DPR heavy ).
Di samping upaya – upaya elite amandemen konstitusi tersebut, DPD harus tetap menjejak di anah dan terus membangun dukungan populis di hadapan rakyat pemegang daulat. Bagaimana konstitusi adalah aturan bernegarayang wajib dipahami dan dimiliki secara sadar oleh sebanyak mungkin masyarakat. Itulah konstitusi rakyat. Dengan semikian, jikalau DPD gagal mendorong amandemen formal UUD 1945, DPD tetap mendapat dukungan politik dari public, karena perjuangannya terlihat demi rakyat, bukan semata demi penguatan kekuasaan semata.
4.     Isu Pokok Amandemen UUD 1945 Kelima
1. Penguatan Sistem Presidensial;
2. Penguatan Lembaga Perwakilan
3. Penguatan Otonomi Daerah;
4. Calon Presiden Perseorangan;
5. Pemilihan Pemilu Nasional & Pemilu Lokal;
6. Forum Previlegiatum;
7. Optimalisasi Peran Mahkamah Konstitusi;
8. Penambahan Pasal Hak Asasi Manusia;
9. Penambahan Bab Komisi Negara;
10. Penajaman Bab Tentang Pendidikan & perekonomian
5.     Mengenai Amandemen UUD 1945 Kelima
Di dalam usulan amandemen UUD 1945 tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi perbincangan. Contoh: peluang dapat dipilihnya calon presiden yang berasal dari luar partai politik. Selain itu di dalam draf amandemen kelima UUD 1945 tersebut juga diatur bahwa Dewan Perwakilan Daerah RI mempunyai kewenangan yang setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Sehingga nantinya apabila usuln ini disetujui dan diputuskan oleh MPR, maka hak mengajukan rancangan undang-undang ,hak interpelasi,hak angket, dan hak menyatakan pendapat juga dimiliki DPR juga dimiliki oleh DPD.
Alasannya UUD 1945 pasca amandemen  masih mempunyai banyak kekurangan, [7]:
1.      DPR menjadi lembaga yg super power sehingga cenderung menyalahgunakan kekuasaannya.
2.       DPD yg dibentuk untuk memfasilitasi kepentingan daerah, ternyata kewenangannya sangat terbatas.
3.      Sistem presidensial yang dianut RI masih kuat nuansa parlementernya, sehingga harus turut dikuatkan.
4.       Otonomi daerah masih belum mensejahterakan rakyat di daerah, namun malah menciptakan raja-raja baru di daerah.
Oleh sebab itu, dibutuhkan amandemen kelima UUD 1945 yang antara lain untuk:
1. memperkuat sistem presidensial.
2.memperkuat sistem perwakilan. Membuat fungsi check and balances antar lembaga DPR dan DPD berjalan.
3. memperkuat otonomi daerah.















BAB III
PENUTUP
1.     Kesimpulan
organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum tata negara Indonesia. Dalam Hukum Tata Negara Indonesia Organisasi Negara Indonesia tersusun berdasarkan UUD 1945. UUD menetukan struktur wewenang organisasi negara Indonesia. Dengan perkataan lain baik struktur organisasi dan pemberi wewenang dalam organisasi negara ditentukan oleh UUD 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan, UUD sebagaian dari hukum dasar. UUD ialah hukum dasar yang tertulis disamping itu berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD, tapi harus menyelidiki pasal-pasal UUD sebagaimana prakteknya dan bagaimana kebatinan dari UUD tersebut.
Gagasan Amandemen UUD 1945 yang kelima ini masih belum mengalami kejelasan sehingga menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat. Ada yang tetap mau mengamandemenkan, ada yang ingin kembali ke teks asli UUD 1945, dan ada yang merasa belum waktunya untuk diamandemenkan. Gagasan amandemen kelima ini mempunyai beberapa faktor dan mempunyai beberapa alasan yang menganggap perlu diamandemenkan.
2.     Saran
Ketatanegaraan Indonesia dalam hal ini masa pencarian proses menghadirkan system yang terkadang tidak jelas, kompromi dalam rumusan perubahan UUD 1945 pada akhirnya menimbulkan ketidakjelasan. Menurut kami ini waktu yang tepat untuk diamandemenkan lagi sebab UUD 1945 pasca amandemen ini masih banyak kekurangan. Pada dasarnya bukan kesalahan aturanya. tetapi, di tindakannya saja yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Banyak yang mementingkan kepentingan pribadi. Hal ini perlu tindakan yang sangat tegas, supaya kesalahan ini tidak meluas yang menyiptakan politik yang korup. Dengan harapan diamandemenkan UUD 1945 yang kelima supaya relevan dengan keadaan masyarakat Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Dedi Sumardi: Hukum IndonesiaPengantar
Titik Triwulan Tutik`.Ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945, jakarta.
Sri sumantri,”kedudukan, wewenang dan fungsi komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan RI”, dalam Komisis Yudisial RI, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun
Denny Indrayana”Negara antara ada dan tiada”,jakarta, Kompas.
Huda,Ni’matul.2008,”UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang”,Jakarta, Raja Pres.
UUD 1945 pasca Amandemen.







[1]Dedi Sumardi: Hukum IndonesiaPengantar
[2] Titik Triwulan Tutik`.Ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945, jakarta.
[3] TitikTriwulan T, “Tata Negara Pasca Amandemen UUD 1945”,Jakarta:Kencana.hlm. 1
[4] Sri sumantri,”kedudukan, wewenang dan fungsi komisi Yudisial dalam Sistem Ketatanegaraan RI”, dalam Komisis Yudisial RI, Bunga Rampai Refleksi Satu Tahun
[5] Denny Indrayana”Negara antara ada dan tiada”,jakarta, Kompas. Hlm. 123
[6] Pasal 37 ayat (1), dalam UUD 1945 pasca Amandemen.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar