Metodologi Takhrij Al-Hadis

        Sebenarnya ada buku yang telah ditulis dalam bahasa Indonesia yang bertujuan untuk membantu dan mempermudah para pengkaji hadis dalam melakukan pencarian hadis Nabi Saw dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab hadis yang ditulis oleh mukharrij-nya. Kedua buku yang dimaksud adalah; (1) Buku Cara Praktis Mencari Hadis karya M. Syuhudi Ismail, dan (2) Buku Metode Takhrij Hadis karya terjemahan S. Agil Husein al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar dari karya Abu Muhammad Abd al-Muhdi ibn Abd al-Qadir ibn Abd al-Hadi yang berjudul Turuq Takhrij Hadis Rasulillah Saw.

Diterbitkannya dua buku penelusuran hadis di atas dimaksudkan untuk memberi panduan bagaimana melacak sumber-sumber hadis pada kitab-kitab hadis yang dihasilkan oleh mukharrij-nya dengan memanfaatkan berbagai literatur kamus hadis. Karya seperti itu menjadi sedemikian penting mengingat betapa sulitnya melacak sumber hadis bahkan bagi orang yang sedemikian tekun dalam mengkaji hadis. Ilustrasi akan betapa sulitnya melacak sumber hadis tersebut dapat disimpulkan dari pernyataan Ahmad Muhammad Shakir berikut ini:
”Saya sudah bergaul dengan ilmu dan kitab-kitab hadis selama 25 tahun. Saya sudah mempelajari kitab-kitab hadis secara sama’ dan qira’at kepada tokoh-tokoh dan guru-guru besar hadis terutama dengan ayah saya sendiri Muhammad Shakir, mantan wakil rektor Universitas Al-Azhar, dan al-Hafiz Abdullah ibn Idris al-Sanusi, seorang ulama dan Shaikh ternama di Maroko. Namun, saya masih mengalami kesulitan untuk menemukan beberapa hadis pada tempatnya. Bahkan, saya pernah mencari sebuah hadis dalam Sunan al-Turmuzi, baru lima tahun kemudian saya temukan, padahal kitab tersebut telah saya pelajari secara sama’ kepada ayah saya dan merupakan spesialisasi saya”.

Sayangnya, panduan penggunaan berbagai kamus hadis dalam melacak sumber hadis yang dijelaskan oleh kedua buku di atas dirasa tidak mendapat respons yang menggembirakan. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal; (1) masih langkanya berbagai kamus hadis di Indonesia termasuk di beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), dan (2) betapa sulitnya penggunaan kamus hadis tersebut. Misalnya, dalam melacak sumber hadis dari sebuah matan hadis, maka salah satu kata pada matan hadis yang bersangkutan harus dicari dahulu akar katanya. Berdasarkan akar kata tersebut kemudian dicari tempatnya di kamus hadis. Pada kamus hadis tersebut akan ditemukan rumus-rumus yang menunjukkan nama-nama kitab hadis yang memuat hadis yang sedang dicari.
Dengan demikian, wajar kiranya kalau sebagian besar PTAI tidak dapat membekali para mahasiswanya tentang bagaimana mengaplikasikan takhrij al-hadis dan meneliti kualitasnya. Namun demikian, dengan ditemukannya perangkat teknologi komputer berupa software hadis Nabi Saw kini penelusuran hadis-hadis Nabi Saw menjadi semakin mudah untuk dilakukan dengan tanpa meninggalkan penguasaan terhadap berbagai literatur hadis yang ditulis dalam bentuk text book.
Secara garis besar, cara men-takhrij hadis (takhrij al-hadis) dapat dibagi menjadi dua cara: (1) dengan menggunakan literatur kitab-kitab hadis sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya; (2) dengan cara menggunakan shoftware CD Room Hadis dalam perangkat komputer (misalnya, Maktabah al-Samilah dan lainnya). Cara pertama dalam uraian buku ini disebut metode text book dan yang kedua disebut metode media elektronik. Berikut adalah uraian dua metode takhrij al-hadis dan langkah-langkah operasionalnya.

A. Metode Text Book dan Operasionalisasinya
Metode text book yang dimaksudkan di sini adalah melakukan takhrij al-hadis dengan menggunakan literatur-literatur hadis berupa buku cetakan. Ada lima metode yang bisa dipergunakan dalam kegiatan takhrij al-hadis secara text book ini. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, meski tujuan akhir takhrij al-hadisnya tetaplah sama, yakni menelusuri hadis dari sumbernya yang asli. Kelima metode takhrij al-hadis yang dimaksud adalah:
1.    Dengan mengetahui perawi hadis yang pertama,
Yakni sahabat jika hadis tersebut adalah hadis muttashil, dan tabi’in jika hadis tersebut adalah hadis mursal.
Kelebihan dari metode penelusuran nama-nama sahabat atau tabi’in melalui ketiga jenis kitab di atas adalah; (1) dapat diketahui semua hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu dengan sanad dan matannya secara lengkap, (2) ditemukannya banyak jalan periwayatan untuk matan yang sama, dan (3) memudahkan untuk menghafal dan mengingat hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu. Adapun kelemahan dari metode tersebut adalah; (1) membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menemukan sahabat tertentu dengan hadisnya (khususnya untuk kitab-kitab yang disusun tidak secara alfabetis), (2) membuthkan waktu yang relatif lama untuk menemukan hadis tertentu dari seorang sahabat. Karena biasanya sahabat tidak meriwayatkan satu atau dua hadis saja, dan (3) Bervariasinya kualitas hadis yang terkumpul karena tanpa penyeleksian sehingga ada yang sahih, hasan dan da’if.

2.    Dengan mengetahui lafaz awal suatu hadis.
Kelebihan dari metode ini atau yang sering disebut dengan istilah ma’rifati matla’i al-hadis adalah dapat diketahuinya sumber asli, sanad dan matan suatu hadis. Namun demikian metode ini mengharuskan peneliti untuk bekerja keras mengingat tidak dicantumkannya nomor halaman atau bab dari hadis tersebut pada kitab tertentu.

3.    Dengan mengetahui sebagian lafaz hadis, baik di awal, tengah maupun akhir matannya.
Kelebihan dari metode ini adalah peneliti dapat dengan cepat mengetahui sumber asli sebuah hadis hanya dengan menggunakan sebagian lafaz hadis (ism atau fi’il). Dalam kamus ini kitab rujukan dilengkapi dengan nama bab, nomor bab atau nomor hadis serta nomor juz dan halamannya. Metode ini juga memudahkan peneliti untuk mencari hadis-hadis dan sumbernya yang memiliki matan sama atau hampir sama. Adapun kelemahan dari metode ini adalah peneliti harus mengetahui kata dasar dari dari lafaz yang digunakan pedoman pencarian. Selain itu kamus tersebut hanya memuat 9 kitab hadis populer, sehingga jika matan hadis dimaksud tidak terdapat dalam 9 kitab tersebut maka kamus tidak dapat melacaknya. Kelemahan lainnya adalah kata kunci yang digunakan harus berupa kata benda (ism) atau kata kerja (fi’il) yang tidak sering digunakan. Apabila pencarian menggunakan huruf, kata ganti (dlamir), nama orang atau kata kerja yang sering digunakan, maka kamus tidak bisa melacaknya.

4.    Dengan mengetahui tema hadis.
Kelebihan dari metode tematik ini adalah banyaknya hadis yang bisa ditemukan berdasarkan tema tertentu. Adapun kelemahannya adalah sulitnya menentukan suatu potongan matan hadis atau suatu matan hadis masuk dalam tema apa karena bisa jadi ada perbedaan persepsi antara penyusun kitab dan peneliti (penelusur hadis).

5.    Dengan mengamati secara mendalam keadaan sanad dan matan suatu hadis.
Yang dilakukan dalam metode ini adalah melihat petunjuk dari sanad, matan atau sanad dan matan secara bersamaan. Petunjuk dari matan misalnya adanya kerusakan pada makna hadis, menyalahi al-Qur’an atau petunjuk yang menyatakan hadis tersebut palsu dan lain sebagainya. Kelebihan dari metode kelima ini adalah ditemukannya hadis yang dicari dalam kitab rujukan dengan adanya penjelasan tambahan dari penyusunnya. Adapun kekurangannya adalah perlunya pengetahuan yang mendalam bagi penelusur hadis untuk mengetahui keadaan sanad dan matan hadis.

Terkait dengan lima metode takhrij al-hadis di atas, dalam uraian buku ini hanya menjelaskan empat metode saja (metode 1-4). Sedangkan untuk metode yang terakhir, karena metode ini sangat rumit dan harus dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan oleh seorang pengkaji hadis, maka bahasan ini akan penulis bahas dalam terbitan buku tersendiri dengan judul Naqd al-Hadis: Kritik Sanad dan Matan Hadis Nabi Saw.
Keempat metode yang dimaksudkan di atas sebenarnya sama dengan uraian panduan kegiatan takhrij al-hadis yang terdapat dalam bukunya M. Syuhudi Ismail yang berjudul Cara Praktis Mencari Hadis. Dalam buku tersebut, Ismail hanya memfokuskan pada dua macam takhrij, yaitu; (1) takhrij al-hadis bi al-alfaz, yakni upaya pencarian hadis pada kitab-kitab hadis dengan cara menelusuri matan hadis yang bersangkutan berdasarkan lafal dari hadis yang dicarinya, dan (2) takhrij al-hadis bi al-maudlu’, yakni pencarian hadis berdasarkan topik masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadis. Kedua macam metode takhrij al-hadis ini sangat ‘mengandalkan’ kepiawaian seorang pengkaji hadis dalam menggunakan berbagai literatur kamus hadis dalam upaya pencarian hadis pada sumber aslinya.
Untuk melakukan kegiatan takhrij al-hadis bi al-alfaz, ada beberapa kamus hadis yang bisa digunakan oleh seorang pengkaji hadis, di antaranya adalah:
1.    Kamus hadis untuk satu kitab hadis. Misalnya, Hidayah al-Bari ila Tartib Hadis al-Bukhari karya Abdurrahman Ambar al-Mishri al-Tahtawi.
2.    Kamus hadis untuk dua kitab hadis (sahih Bukhari dan sahih Muslim). Misalnya, Miftah al-Sahihain karya Muhammad al-Syarif bin Mustafa al-Tauqidi.
3.    Kamus hadis yang menerangkan berbagai hadis yang termuat dalam kitab yang tergolong bukan kitab hadis. Misalnya, Miftah al-Tartib li Ahadis Tarikh al-Khatib karya al-Gammari.
4.    Kamus hadis untuk beberapa kitab hadis. Misalnya, al-Jami’ al-Shaghir karya al-Suyuthi. Kamus hadis ini memuat lebih dari dua puluh delapan kitab hadis dan bukan kitab hadis. Contoh yang sama adalah al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi karya Dr. Arnold John Wensinck yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi. Kamus hadis ini memuat sembilan kitab hadis (al-kutub al-tis’ah).
Sedangkan untuk melakukan takhrij al-hadis bi al-maudlu’, seorang pengkaji hadis bisa menggunakan bantuan kamus hadis semisal Miftah Kunuz al-Sunnah karya Dr. Arnold John Wensinck yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi. Kamus ini memuat empat belas kitab hadis dan kitab tarikh Nabi Saw.
Berikut adalah contoh operasional dalam melakukan praktek takhrij al-hadis. Di sini hanya dikemukakan dua contoh praktek takhrij al-hadis yang diharapkan bisa dilakukan oleh para pengkaji hadis Nabi Saw, yaitu:
1.    Men-takhrij hadis yang telah diketahui awal matannya
2.    Men-takhrij hadis dengan berdasarkan pada topik permasalahan (takhrij al-hadis bi al-maudlu'i)

Men-takhrij hadis yang telah diketahui awal matannya
Dalam melakukan kegiatan ini, seorang pengkaji hadis dapat mencari atau menelusurinya melalui kitab-kitab kamus hadis dengan cara mencari huruf awal yang sesuai dengan abjadnya.
Contohnya hadis Nabi Saw: ليس الشديد بالصرعة Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan hadis tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah dengan menelusuri penggalan matan hadis itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan hadis yang dimaksud. Ternyata halaman yang ditunjuk dan yang memuat penggalan lafaz hadis tersebut adalah pada halaman 2014 kitab al-Mu’jam al-Mufahras. Berarti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah diperiksa, maka diketahuilah bahwa bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ليس الشديد بالصرعة إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب
Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah Saw berkata: (ukuran) orang yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya tatkala dia marah.
Apabila hadis tersebut dikutip dalam karya tulis ilmiah, maka sesudah lafaz matan hadis dan nama sahabat periwayat hadis yang bersangkutan ditulis, misalnya, nama Imam Muslim. Biasanya kalimat yang dipakai adalah: رواه مسلم
Nama sahabat periwayat hadis dalam contoh di atas adalah Abu Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis diawal matan hadis. Kalimat yang dipakai biasanya berbunyi:  رواه مسلم عن أبي هريرة
Kamus yang disusun oleh Muhamad Fu’ad Abd al-Baqi tersebut tidak mengemukakan lafaz hadis Nabi Saw yang dalam bentuk selain sabda. Bahkan hadis yang berupa sabda pun tidak disebutkan seluruhnya. Contohnya hadis: يسروا ولاتعسروا ... (الحديث)
Lafaz hadis tersebut tidak termuat dalam kamus, padahal Sahih Muslim memuatnya dalam juz III halaman 1359 pada nomor urut hadis 1734. Hadis yang dimuat dalam kamus adalah hadis yang semakna dengan pernyataan hadis tersebut, yakni yang terdapat dalam juz dan halaman yang sama dengan nomor urut hadis 1733, lafaz hadisnya berbunyi: يسرا ولا تعسرا ... (الحديث)


Men-takhrij hadis dengan berdasarkan pada topik permasalahan (takhrij al-hadis bi al-maudlu’i)
Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafaz matan (materi) hadis, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteksnya.
Pencarian matan hadis berdasarkan topik masalah tertentu itu dapat ditempuh dengan cara membaca berbagai kitab himpunan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya tidak menunjukkan teks hadis menurut para periwayatnya masing-masing. Padahal untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatnya masing-masing. Dengan bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat dari berbagai periwayat akan mudah dilakukan. Salah satu kamus hadis itu ialah: مفتاح كنوز السنة (yang memuat empat belas kitab hadis dan kitab tarikh Nabi Saw).
Kitab tersebut merupakan kamus hadis yang disusun berdasarkan topik masalah. Pengarang asli kamus hadis tersebut adalah Dr. A.J. Wensinck (W. 939 M), seorang orientalis yang besar jasanya dalam dunia perkamusan hadis. Sebagaimana telah dibahas dalam uraian terdahulu, A.J. Wensinck adalah juga penyusun utama kitab kamus hadis yang sangat terkenal dan menjadi rujukan banyak ahli, yaitu kitab dengan judul: المعجم المفهرس لألفاظ الحديث النبوي
Bahasa asli dari kitab Miftah Kunuz al-Sunnah adalah dalam bahasa Inggris dengan judul a Handbook of Early Muhammadan. Kamus hadis yang berbahasa Inggris tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhamad Fu’ad Abd al-Baqi. Muhammad Fu’ad tidak hanya menerjemahkan saja, tetapi juga mengoreksi berbagai data yang salah. Naskah yang berbahasa Inggris diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1927 dan terjemahan Muhammad Fu’ad diterbitkan pada tahun 1934.
Dalam kamus hadis tersebut dikemukakan berbagai topik, baik. yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan petunjuk Nabi Saw maupun yang berkenaan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik biasanya disertakan beberapa sub topik, dan untuk setiap sub topik dikemukakan data hadis dan kitab yang menjelaskannya.
Kitab-kitab yang menjadi rujukan kamus tidak hanya kitab-kitab hadis saja, tetapi juga kitab-kitab sejarah (tarikh) Nabi Saw. Jumlah kitab rujukan itu ada empat belas kitab, yakni:



Dalam kamus, nama dan beberapa hal yang berhubungan dengan kitab-kitab tersebut dikemukakan dalam bentuk lambang. Contoh berbagai lambang yang dipakai dalam kamus hadis Miftah Kunuz al-Sunnah, yaitu:


Lambang    Keterangan    Lambang    Keterangan     
أول    Juz pertama    ط    Musnad Abi Daud al-Thayalisi     
ب    Bab    عد    Thabaqat Ibn Saad     
بخ    Sahih al-Bukhari    ق    Bagian kitab/ Qism al-kitab     
بد    Sunan Abi Daud    قا    Konfirmasikan data yang sebelumnya dengan data yang sesudahnya     
تر    Sunan al-Turmuzi    قد    Maghazi al-Waqidi     
ثالث    Juz ketiga    ك    Kitab (bagian)     
ثان    Juz kedua    ما    Muwatta’ Malik     
ج    Juz    مج    Sunan Ibn Majah     
ح    Hadis    مس    Sahih Muslim     
حم    Musnad Ahmad    م م م    Hadis terulang beberapa kali     
خامس    Juz kelima    مي    Sunan al-Darimi     
رابع    Juz keempat    نس    Sunan al-Nasa’i     
ز    Musnad Zaid bin Ali    هش    Sirah Ibn Hisyam     
سادس    Juz keenam    ص    halaman    

Angka kecil yang berada di sebelah kiri bagian atas dari angka yang umum menunjukkan bahwa hadis yang bersangkutan termuat sebanyak angka kecil itu pada halaman atau bab yang angkanya disertai dengan angka kecil tersebut.
Setiap halaman kamus terbagi dalam tiga kolom. Setiap kolom memuat topik; Setiap topik biasanya mengandung beberapa subtopik; dan pada setiap subtopik dikemukakan data kitab yang memuat hadis yang bersangkutan. Cara penggunaannya seperti berbagai hadis yang dicari adalah yang memberi petunjuk tentang ”pemenuhan nazar”. Dengan demikian, topik yang dicari dalam kamus adalah topik tentang nazar.
Dalam kamus (Miftah Kunuz al-Sunnah) terbitan Lahore (pakistan), topik nazar termuat di halaman 497, kolom ketiga. Topik tersebut mengandung empat belas sub topik. Sub topik yang dicari berada pada urutan kedua belas, di halaman 498, kolom ketiga. Data yang tercantum dalam sub topik tersebut adalah sebagai berikut :


Dengan memahami kembali maksud lambang-lambang yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa maksud data di atas ialah:
1.    Sunan Abu Daud, nomor urut kitab (bagian): 21; nomor urut bab: 22.
2.    Sunan lbnu Majah, nomor urut kitab (bagian): 11;nomor utut bab: 18.
3.    Sunan Al-Darimi, nomor urut kitab (bagian): 14; nomor urut bab: 1.
4.    Muwatta' Malik, nomor urut kitab (bagian): 22 nomor urut bab: 3.
5.    Musnad Ahmad, juz ll, halaman 159; juz lII, halaman 419; dan juz VI, halaman 266 (dalam halaman itu, hadis dimaksud dimuat dua kali).
Setelah data diperoleh, maka hadis yang dicari, yakni dalam hal ini hadis yang membahas pemenuhan nazar diperiksa pada kelima kitab hadis di atas. Judul-judul kitab (dalam arti bagian) yang ditunjuk dalam data di atas dapat diperiksa pada daftar nama kitab (dalam arti bagian) yang termuat pada Bab IV tulisan ini untuk masing-masing kitab hadis yang bersangkutan.
Apabila yang dicari, misalnya berbagai hadis Nabi tentang tata cara salat malam yang dilakukan Nabi pada bulan Ramadan, maka topik yang dicari dalam kamus adalah topik Ramadan. Topik tersebut ada di halaman 211, kolom ketiga. Sub topik untuk Ramadan ada dua puluh satu macam. Sub topik yang dicari berada pada urutan sub topik keenam dan terletak di halaman 212, kolom kedua (tengah). Data yang dikemukakan adalah:



Dengan memeriksa lambing-lambang yang telah dikemukanan dalam pembahasan terlebih dahulu, maka data tersebut dapat dipahami maksudnya. Sesudah itu lalu diperiksa hadis-hadis yang termuat dalam keenam kitab hadis tersebut, yakni dalam Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan al-Turmuzi, Sunan Abi Daud, Sunan al-Nasai dan Musnad Ahmad.
Sekiranya topik yang dikaji berkaitan dengan nama orang, misalnya Abu Jahal, maka nama tersebut ditelusuri dalam kamus. Nama Abu Jahal ternyata terletak di halaman l5 kolom kedua, sub topiknya ada empat macam. Data untuk sub topik yang pertama, misalnya berbunyi sebagai berikut

(Keburukan tingkah laku Abu Jahal terhadap Nabi Saw)

Dengan demikian untuk mengetahui keburukan tingkah laku Abu Jahal kepada Nabi Muhammad Saw, dapat diperiksa hadis-hadis yang termuat dalam:
1.    Sahih Muslim, nomor urut kitab (bagian): 50; pada nomor urut hadis: 28
2.    Musnad Ahmad, juz II, halaman 370. Data tersebut agar dikonfirmasikan dengan data yang dikemukakan sebelumnya dan sesudahnya.
3.    Sirah Ibnu Hisyam, halaman 184.

Untuk memperlancar pencarian hadis berdasarkan topik tersebut, perlu dilakukan praktek pencarian hadis berdasarkan data yang dikemukakan oleh kamus. Perlu ditegaskan bahwa berbagai hadis yang ditunjuk oleh kamus مفتاح كنوز السنة belum dijelaskan kualitasnya. Untuk mengetahui kualitasnya diperlukan penelitian tersendiri dengan pedoman kaidah kesahihan hadis baik dari segi sanad maupun matannya.

B. Metode Media Elektronik dan Operasionalisasinya
Salah satu tuntutan dalam proses pendidikan (baca: pembelajaran) di era sekarang ini adalah harus memperhatikan prinsip efektifitas. Prinsip ini setidaknya bisa diukur dengan dua hal: efektifitas mengajar dan efektifitas belajar. Di samping itu, proses pendidikan juga harus memperhatikan prinsip efisiensi, yaitu mengusahakan agar pendidikan itu terlaksana dengan maksimal dan dengan menggunakan kebutuhan minimal. Prinsip ini setidaknya bisa diukur dari: efisiensi waktu, tenaga, peralatan, dan biaya.
Dengan telah diciptakannya teknologi Compact Disk (CD) yang berisi kitab-kitab (tafsir, hadis, fiqh) dan ilmu pengetahuan lainnya ternyata dapat menjembatani kelangkaan kitab-kitab klasik di Indonesia dan yang jelas mempermudah pencarian maraji’ (referensi) serta mempermudah kajian tema tertentu. Sekedar contoh, jika dahulu seseorang ingin meneliti kualitas sebuah hadis biasanya menghabiskan waktu tiga hari sampai satu bulan, bahkan banyak yang menganggap tidak mungkin, namun sekarang ini hal tersebut dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari lima menit dengan menggunakan perangkat teknologi software hadis.
Kecenderungan kajian Al-Qur’an, Hadis Nabi Saw, dan Fiqh secara tematik pada akhir-akhir ini juga akan sangat dimudahkan dengan keberadaan software tafsir Al-Qur’an, Hadis Nabi Saw, dan Fiqh tersebut. Para da’i dan khatib Jum’at yang harus mempersiapkan materi dakwah dan khutbahnya akan sangat terbantu dengan teknologi ini. Terlebih lagi bagi para akademisi (mahasiswa dan dosen), keberadaan teknologi ini menjadi sebuah kenicayaan tersendiri dalam mengembangkan berbagai disiplin bidang keilmuan mereka masing-masing.
Melakukan takhrij al-hadis secara konvensional (text book) adalah sangat baik dan memang harus diperkenalkan khususnya kepada para pengkaji pemula guna memperkenalkan berbagai referensi terkait dengan keilmuan hadis, namun demikian ia membutuhkan waktu yang relatif lama dan melelahkan. Untuk mempercepat proses penelusuran dan pencarian hadis, maka jasa perangkat komputer dengan program software hadis dalam Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) sangat baik untuk digunakan.
Mausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah dapat digunakan. Program ini merupakan software komputer yang tersimpan dalam yang diproduksi oleh Sakhr tahun 1991 edisi 1.2.
Program ini memuat seluruh hadis yang terdapat dalam 9 kitab hadis (al-kutub al-tis’ah) yaitu: Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasa’i, Sunan ibn Majah, Musnad Ahman ibn Hanbal, Muwatta’ Malik dan Sunan al-Darimi lengkap dengan sanad dan matannya. Di samping itu, program ini juga mengandung data-data tentang biografi, daftar guru dan murid, al-jarh wa al-ta’dil, dan semua periwayat hadis yang ada di dalam al-kutub al-tis’ah. Program ini juga dapat menampilkan skema sanad, baik satu jalur maupun semua jalur periwayatannya.
Secara umum, penelitian hadis yang bisa dilakukan melalui CD program tersebut mencakup lima aspek, yaitu:
1.    Takhrij al-hadis, yaitu pelacakan hadis pada 9 kitab hadis lengkap dengan sanad dan matannya.
2.    I’tibar al-Sanad, yaitu pembeberan seluruh jalur sanad pada sebuah hadis atau berita dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana tingkat hadis tersebut ditinjau dari aspek kualitas rawinya.
3.    Naqd al-sanad, yaitu kiritik sanad atau tinjauan aspek kualitas dan persambungan (ittisal) mata rantai sanad yang dimiliki oleh suatu hadis, guna mengetahui sisi kualitas hadis dilihat dari aspek wurud al-hadis.
4.    Naqd al-matan, yaitu kritik matan atau tinjauan redaksional maupun substansial dari sebuah berita atau hadis yang telah diketahui secara pasti orisinalitas dan otentisitas hadis tersebut dalam tinjauan sanad.
5.    Natijah, yaitu kesimpulan akhir dari sebuah penelitian tentang hadis tertentu baik nilai sanad maupun nilai matannya.
Dari kelima aspek di atas, hanya tiga aspek yang bisa diakses secara lengkap dan jelas melalui program CD hadis. Semantara dua aspek yang lain membutuhkan perangkat yang lain di luar CD hadis, yaitu kekuatan analisis peneliti dalam meneliti hadis baik dari aspek “tersurat” maupun “tersirat” dari hadis yang diteliti, di samping tentunya kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai kaidah yang berlaku dalam penelitian hadis. Kedua aspek ini adalah naqd al-matan dan natijah. Sementara tiga aspek yang dimungkinkan penelitiannya secara capat dan lengkap melalui CD hadis adalah takhrij al-hadis, i’tibar al-sanad dan naqd al-sanad.
Untuk menelusuri dan mencari hadis dengan program ini, ada 8 cara yang bisa ditempuh, yaitu:
1.    Dengan memilih lafadz yang terdapat dalam daftar lafaz yang sesuai dengan hadis yang dicari.
2.    Dengan mengetik salah satu lafaz dalam matan hadis.
3.    Berdasarkan tema hadis.
4.    Berdasarkan kitab dan bab yang sesuai dengan kitab aslinya.
5.    Berdasarkan nomor urut hadis.
6.    Berdasarkan pada periwayat hadis.
7.    Berdasarkan aspek tertentu pada hadis.
8.    Berdasarkan takhrij hadis.

By. Mansur S.Ag., M.Ag.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar