KONTROVERSI SANTET DALAM HUKUM


KONTROVERSI SANTET DI KALANGAN HUKUM INDONESIA






Hukum di Indonesia masih belum bisa menunjukan ketajamanya ibarat kata hukum di Indonesia bagaikan pisau yang tajam kebawah tapi tumpul keatas ini menjadi problematika hukum di indonesia. Mungkin semua para pakar hukum indonesia sudah memikirkan hal ini. Namun belum memenuhi suatu hasil yang baik Dan masih bersifat kontrovesi.
Di era sekarang muncul perdebatan tentang pelanggaran hukum yang belum tertera dalam KUHP. Yang mana KUHP ini menjadi landasan bagi pakar hukum indonesia. Tapi, yang akan Saya bicarakan dalam essay ini mengenai santet yang menurut pakar hukum indonesia itu adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum. Santet sangat berbahaya, karena ini benar-benar tejadi dan dapat dilihat dengan panca indra. Tapi pembuktianya tidak dapat diungkap karena itu bersifat diluar nalar manusia.
Menurut Ahli Hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Barda Nawawi Arief, mengatakan, Indonesia memerlukan hukum yang mengatur santet.  Bahwa Di Indonesia jelas-jelas ada korban dan ada pembalasan yang emosional sifatnya, ini belum ada hukumnya. Jadi bukan tanpa sebab menyusun pasal yang mengenai tindak pidana bagi yang melakukan santet. Tidak hanya barda  saja namun para pakar hukum Indonesia pun juga setuju untuk memasukan tentang santet kedalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 
Kalau kita lihat kasus yang masih aktual mengenai masalah santet. Perseteruan antara aktor terkenal, Adi Bing Slamet dengan tokoh spritual, Eyang Subur. Yang mana Adi Bing Slamet merasa ditipu oleh Eyang Subur dengan ajaran yang disampaikan Eyang Subur. Tapi, ini juga mendapat tanggapan yang serius dari paranormal yaitu Ki Gendeng Pamungkas yang menyatakan bahwa perkara Adi dengan Eyang Subur itu bukanlah masalah santet tapi hanya hipnotis. Dia menegaskan juga kalau memang perkara itu termasuk santet mungkin Adi Bin Slamet sudah sakit atau mungkin sudah mati. Ki Gendeng Pamungkas ini juga tidak sependapat dengan para  pakar hukum Indonesia yang akan memasukan santet kedalam KUHP.
            Ki Kusumo pun juga tidak setuju, karena menurut beliau santet adalah suatu hal yang sangat sulit untuk diungkap secara rasional, sedangkan hukum pidana adalah rasional. Sehingga kalau disahkan akan membawa masalah dikemudian hari. Dan para ahli santet yang tidak bertanggungjawab akan lebih garang dalam menggunakan ilmu santetnya untuk menaklukan musuhnya Dan bisa menjadi kemunduran hukum di indonesia.
Namun Pemerintah tetap mengusulkan agar penggunaan kekuatan gaib diatur dalam undang-undang. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menuangkan masalah itu dalam Pasal 293 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut dia, aturan yang diajukan pemerintah ini merupakan cerminan masyarakat Indonesia. Dan Pasal ini bisa menjadi khas KUHP Indonesia. Dalam Pasal 293 RUU KUHP diatur tentang orang yang memberikan bantuan tindak pidana dengan menggunakan kekuatan gaib. Mereka diancam dengan pidana maksimal 5 tahun penjara.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar